Kualitas Pendidikan Terancam: Akibat Kekosongan Guru di Sekolah Swasta Pasca-PPPK

Kebijakan rekrutmen guru Aparatur Sipil Negara Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (ASN PPPK) telah menjadi sorotan tajam di dunia pendidikan. Meskipun bertujuan mulia untuk mengisi kekurangan guru di sekolah negeri, dampak tak terduga muncul di sektor swasta. Akibat eksodus guru-guru yang beralih status, kualitas pendidikan terancam di banyak sekolah swasta. Kekosongan guru yang masif ini menjadi tantangan serius yang harus segera diatasi agar tidak merusak fondasi pendidikan nasional.

Kualitas pendidikan terancam ini tidak hanya terjadi pada aspek akademik, tetapi juga pada stabilitas operasional sekolah swasta. Banyak sekolah swasta yang mengandalkan guru-guru honorer atau guru yayasan yang telah mengabdi belasan bahkan puluhan tahun. Ketika para guru ini lolos seleksi PPPK dan beralih ke sekolah negeri, sekolah swasta kehilangan tenaga pengajar yang berpengalaman dan loyal dalam waktu singkat. Proses untuk mencari pengganti yang sepadan sangat sulit dan memakan waktu, apalagi jika penggantinya harus beradaptasi dengan kurikulum dan karakteristik sekolah.

Fenomena ini telah menimbulkan kekacauan di dunia pendidikan swasta. Beberapa sekolah terpaksa menggabungkan kelas, mengurangi jam pelajaran, atau bahkan menutup mata pelajaran tertentu karena ketiadaan guru. Hal ini secara langsung berdampak pada capaian belajar siswa dan mutu lulusan. Misalnya, di sebuah sekolah menengah swasta di Jawa Barat pada akhir 2024, lima guru mata pelajaran inti pindah ke sekolah negeri, menyebabkan sekolah tersebut harus memutar otak mencari solusi darurat agar kegiatan belajar mengajar tetap berjalan. Situasi ini menunjukkan bagaimana kualitas pendidikan terancam oleh kebijakan yang belum sepenuhnya mempertimbangkan dampak menyeluruh.

Selain itu, sekolah swasta juga menghadapi dilema finansial. Mereka harus mengeluarkan biaya lebih untuk merekrut guru baru, yang mungkin juga menuntut gaji lebih tinggi. Beban ini tentu memberatkan yayasan, terutama bagi sekolah swasta kecil yang sumber daya finansialnya terbatas. Jika ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin beberapa sekolah swasta akan kesulitan untuk mempertahankan operasionalnya, yang pada akhirnya akan mengurangi akses pendidikan bagi masyarakat.

Untuk mengatasi kondisi di mana kualitas pendidikan terancam ini, pemerintah perlu merumuskan strategi jangka panjang yang lebih inklusif. Pendekatan yang lebih seimbang antara pemenuhan kebutuhan guru di sekolah negeri dan perlindungan terhadap keberlanjutan sekolah swasta mutlak diperlukan. Kolaborasi dan dialog antara Kementerian Pendidikan, pemerintah daerah, dan asosiasi sekolah swasta menjadi kunci untuk menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh ekosistem pendidikan di Indonesia.